Kamis, 26 Mei 2011

Wo Songo Falsafah Jawa

Gara gara denger pidato pak Dekan dalam acara pisah sambut jajaran Pembantu Dekan tentang falsafah jawa, jadi pengen tau lebih dalem. Ga tau deh apa karena gaya pidatonya pak Dekan yang memang keren punya atau memang karena isi pidatonya yang menarik. Pidatonya itu tentang falsafah wo songo (tadi beliau cuma nyebut sampe delapan aja, sisanya dilengkapin sendiri hasil nanya mbah google).
Dalam falsafah jawa setiap perjalanan hidup manusia akan melalui  sembilan tahapan yang disebut wo songo (W-9). Adapun setiap tahapan itu didasarkan pada setiap windu (delapan tahun) hidup manusia yaitu :
  • Windu ke-1 = WAREG atau kenyang. Dimana pada manusia/anak berumur 0-8 tahun hanya mengenal “perut kenyang”. Penganan menjadi ajang pemenuhan selera yang menuntut rogohan sejumlah nilai input bagi para seniornya.
  • Windu ke-2 =WARAS atau sehat. Seorang manusia/anak berumur 8-16 tahun, kehidupan mereka terkonsentrasi pada permainan hidup.Pada tahapan ini manusia akan menuntut dan memperhatikan kesehatannya karena pada tahapan itulah seorang manusia melewati fase pertumbuhan fisik yang sangat pesat juga merupakan usia akil baligh yang merupakan peralihan dari kanak kanak menuju manusia dewasa.
  • Windu ke-3 = WANI atau berani. Umur 16-24 tahun merupakan saat-saat penampilan diri yang bersifat belum stabil, agresifitas relatif lebih menonjol.Biasanya pada tahapan ini manusia akan mulai berani bersikap tanpa berpikir matang karena yang lebih dominan atau sisi keberaniannya.
  • Windu ke-4 = WASIS = kenal diri. Usia 24-32 tahun bagi kawula muda Jawa wajib untuk menyelami siapa sesungguhnya mereka. Introspeksi jadi syarat utama dalam menjalani kehidupan berikutnya. Ketidak-fahaman siapa diri dapat berefek negatif yang nampak nanti ketika mereka telah dewasa.
  • Windu ke-5 = WAKUL atau cari kerja. Umur 32-40 tahun adalah saat-saat kritis dalam penentuan hari depan. Apabila lebih dari umur 40 tahun belum juga memperoleh perkerjaan, alamat pihak bersangkutan akan menyusahkan stabilitas lingkungannya.
  • Windu ke-6 = WOMAH atau bikin rumah dan ataupun punya rumah. Usia 40-48 tahun kawula muda Jawa wajib memiliki rumah sendiri. Bila lebih dari umur 48 tahun belum juga memiliki rumah, mereka akan merongrong kerabat disekitarnya. Falsafah Sang Pujangga sangat dalam, betapa kawula muda Jawa dituntut suatu tanggung-jawab selama meniti kehidupan.
  • Windu ke-7 = WIDODO atau sejahtera. Umur 48-56 tahun merupakan kurun waktu tatanan hidup bahagia. Mengapa tidak, mengingat pihak bersangkutan pada dasarnya telah mempunyai tempat hunian yang tetap dan telah bekerja dengan baik. Mari disimak ketika seseorang memasuki masa pensiun di usia 55-56 tahun, bahwa ia telah membaktikan diri pada negerinya tercinta itu dengan sebaik-baiknya.
  • Windu ke-8 = WELING atau darma bakti terhadap lingkungan. Usia 56-64 tahun merupakan saat-saat indah bagi masyarakat Jawa dalam sumbangsihnya pada alam lingkungannya. Turut serta mendirikan rumah ibadah, menangani fakir-miskin, dan kegiatan sosial lainnya menjadi ciri kuat. Sedikit banyaknya responsibilitas akan lingkungannya signifikan.
  • Windu ke-9 = WANGSUL atau pulang. Umur 64-72 tahun berada pada kurun waktu harus lebih dekat lagi dengan Sang KHALIK. Bagaimanapun juga ia bukan apa-apa dan harus sudah tahu diri. Dibalik sana menunggu era baru yang harus dijalani dengan suatu catatan dituntut pertanggung-jawabannya selama eksis.
Nah, gimana kalo ternyata umurnya lebih dari 72 tahun?? apa siklus W-9 tidak berlaku???? Ternyata siklus ini tetap berlaku, hanya saja kembali berputar dari awal. Suatu contoh, bila seseorang berada pada batasan usia 72-80 tahun, periode karakter WAREG terjalani. Kakek atau nenek sering berebut penganan dengan cucunya. Sifat kekanak-kanakan muncul kembali. Demikian pula apabila seseorang berada dibatasan usia 80-88 tahun. Sejarah membuktikan tidak sedikit kakek-kakek ataupun nenek-nenek berumah tangga dengan yang jauh lebih muda (misalnya yang terbaru si pendiri majalah Playboy Hugh Hefner yang berusia 84 tahun sudah menentukan tanggal 18 Juni mendatang akan menikahi tunangannya Crystal Harris yang masih berusia 24 tahun) disini mereka “merasa” di periode WARAS atau sehat.

Nah looooooo .. makanya mulai sekarang, banyak banyak weling alias introspeksi deh, supaya lebih barokah jalan menuju wangsul alias pulang .............

Senin, 23 Mei 2011

Rasa Takut pada Anak

Rasa takut yang dialami anak adalah hal biasa. Namun, ada baiknya Anda membantu mengatasinya agar ketakutan tersebut tak berlanjut menjadi fobia.

Merasa cemas dalam situasi tertentu yang tidak nyaman, tentu tidak pernah menyenangkan. Namun, ketakutan sebenarnya merupakan suatu keadaan alamiah yang membantu individu melindungi dirinya dari suatu bahaya, sekaligus memberi pengalaman baru. Bahkan, pada anak-anak, perasaan seperti ini tidak hanya normal, tetapi juga sangat dibutuhkan.

Merasakan dan mengatasi rasa cemas dapat membantu anak-anak mempersiapkan diri untuk menghadapi pengalaman-pengalaman yang membingungkan dan situasi yang menantang dalam kehidupan. Memiliki ketakutan dan kecemasan terhadap hal-hal tertentu sebenarnya bisa membantu untuk menjaga tingkah lakunya. Contohnya, seorang anak dengan ketakutannya terhadap api akan membuatnya menghindari bermain dengan korek api.

Ironisnya, ketakutan pada anak justru muncul karena “ditularkan” orangtuanya. Karena takut pada sesuatu atau kondisi tertentu, tanpa sadar orangtua akan melarang anak dengan cara menakut-nakutinya. Misalnya, “Awas ada kucing, nanti kamu dicakar!” Atau “Pokoknya, kalau makannya enggak habis, Mama panggilin dokter biar nyuntik kamu!”.

Memang, metode semacam ini amat tokcer untuk “memaksa” anak mau menuruti keinginan orangtua. Alhasil, anak selalu takut jika melihat bahkan mendengar suara sosok siapa pun atau binatang yang baginya telanjur dianggap menyeramkan. Padahal, sosok ataupun binatang yang selama ini dianggap menakutkan si kecil tersebut, sebetulnya sama sekali tak berbahaya.

Bentuk ekspresi ketakutan itu sendiri bisa macam-macam. Biasanya lewat tangisan, jeritan, bersembunyi, atau tak mau lepas dari orangtuanya. Biasanya, rasa takut ini akan hilang sendirinya seiring berjalannya waktu. Saat anak merasa aman dengan dirinya sendiri ataupun lingkungannya, hilanglah rasa takut tadi. Tentu saja diperlukan dukungan orangtua.

Yang jadi masalah adalah, bilamana rasa takut mengendap dan tak teratasi sehingga berpengaruh pada aktivitas sehari-hari anak. Bahkan, bisa mengarah jadi ketakutan yang bersifat patologis. Malah, bisa berlanjut ke fobia alias ketakutan berlebihan karena pernah mengalami kejadian tertentu atau trauma.

Trauma tersebut dapat berupa psikologis atau fisik. Misalnya gara-gara takut tikus; tiap kali melihat hewan itu, dia akan menjerit ketakutan. Fobia juga mulai setelah adanya tekanan yang umum dalam kehidupan. Sekali fobia telah terjangkit maka dapat menjalar ke pancaindra lainnya.

Jika sampai mengarah pada fobia, kehidupan anak dapat terhambat. Bahkan, apabila terlalu hebat rasa takutnya, si anak tidak dapat berbuat apa pun. Mengapa? Karena bagi sebagian orang, fobia sulit dipahami. Itu sebabnya, hal ini sering dijadikan bulan-bulanan, ejekan, ledekan teman-teman sekitarnya.

“Jika tidak dilakukan terapi dan perawatan intensif, anak-anak yang menderita ketakutan berlebihan ini akan berisiko besar membawanya hingga dewasa kelak,” kata Lena Reuterskiƶld, terapis fobia dari The Swedish Research Council.

Objek ketakutan anak itu sendiri dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu :
  • ketakutan terhadap suatu benda atau binatang tertentu, misalnya api, kecoa, tikus.
  • ketakutan terhadap situasi tertentu.Takut akan tempat terbuka atau takut ketinggian misalnya.
  • ketakutan terakhir adalah ketakutan terhadap suatu suasana sosial tertentu. Misalnya takut berada di kelas baru atau berada diantara banyak orang asing yang tidak di kenal, pasar misalnya.

Untuk mengatasi rasa takut yang berlebihan pada anak, yang harus dilakukan orangtua adalah membangunkan konsep diri anak yang positif sehingga percaya diri sebagai modal untuk memasuki dunia luarnya. Usahakan anak mengenal namanya dengan segala predikat positif yang disandangnya. Beri kesempatan anak berinteraksi dengan dunia luarnya. Libatkan dalam setiap aktivitas sosial yang memungkinkan keterlibatannya, misalnya menghadiri pertemuan keluarga atau belanja di toko.

Tidak kalah penting adalah membangun komunikasi dengan anak selama proses interaksi berlangsung. Orangtua mengenalkan orang-orang, tempat atau suasana yang terjadi selama kegiatan tersebut berlangsung. Menanyakan dan memahami perasaan yang dialami anak selama kegiatan berlangsung. Selain itu, berikan jaminan bahwa lingkungan tempat dia berada sekarang merupakan tempat yang menyenangkan dan dipenuhi orang-orang yang menyenangkan pula.

Sebaiknya Anda juga menanamkan sifat keberanian. Mulailah dengan hal-hal yang kecil. Misalnya mulai membiasakan si kecil ke kamar mandi sendiri. Bila si kecil sudah menginjak usia 3 atau 4 tahun, ada baiknya Anda mulai membiasakan si kecil untuk tidur sendiri. Mematikan lampu saat tidur juga bisa mulai dicoba.

Orangtua juga dapat melakukan sikap empati dan mendukung. Sikap empati dapat ditunjukkan orangtua dengan cara memahami dan memandang hal tersebut dari sudut pandang anak. Bantulah anak memahami apa yang sedang dia alami atau rasakan saat itu.

Berikanlah kesempatan kepada anak untuk membicarakan apa yang sedang dia rasakan atau yang sedang dia alami tersebut. Berikanlah penjelasan dan yakinkanlah secara bijak kepadanya bahwa apa yang ditakutkannya tersebut adalah tidak benar.

Pada saat anak merasa takut, mainan adalah salah satu hal yang dapat menghibur anak tersebut. Ketika anak sakit misalnya, mainan yang mereka sukai dan memadai pula untuk kondisi mereka dapat digunakan sebagai pendamping mereka sehingga ada hiburan yang mereka rasakan. Selain itu, mainan juga dapat mengalihkan perhatian dari stres yang anak alami.

Para orangtua sebaiknya memperhatikan polanya. Jika insiden ini bisa diselesaikan, jangan membuatnya lebih signifikan lagi dari itu. Akan tetapi, apabila polanya terlihat terus-menerus sama, para orangtua harus melakukan sebuah tindakan. Jika tidak, fobianya akan terus berpengaruh pada sang anak. Hubungilah dokter atau ahli kesehatan mental yang terbiasa bekerja sama dengan anak-anak dan remaja.

Tips & Trik untuk membantu si kecil mengatasi rasa takutnya
 
  • Menyadari Kalau Itu Normal
    Semua orang yang normal apalagi anak-anak pasti punya rasa takut. Karena itu Anda tak perlu khawatir selama rasa takutnya tak berlebihan.
  • Cari Penyebabnya
    Mencari tahu apa yang membuat anak ketakutan sangat lah penting. Karena itulah cara termudah untuk menemuka solusinya. Jadi, misalnya anak takut pada kegelapan, Anda bisa menanyakan apa yang membuatnya takut. Setankah atau apa? Kalau dia menjawab setan, tanyakan lagi apa yang dia ketahui tentang mahluk tersebut? Pernahkah dia melihatnya? Kalau belum, mengapa dia berpikir bahwa setan menakutkan?
  • Pahami Ketakutannya
    Sekali lagi, rasa takut itu normal. Karena itu, Anda harus bisa menerima ketakutan anak. Jangan katakan bahwa ketakutannya tak masuk akal, atau itu perasaan orang bodoh. Hal itu tak membuat rasa takutnya berkurang. Karena takut adalah perasaan yang tak bisa dijelaskan dengan akal. Yang namanya takut, ya takut. Dan yang diutuhkan seseorang saat ketakutan hanya satu: perlindungan atau sesuatu yang bisa membuatnya merasa aman.
  • Jujurlah Padanya
    Anak-anak sering mengira orang dewasa tak pernah merasa takut. Karena itu, ada baiknya Anda menunjukkan padanya bahwa Anda juga punya rasa takut. Misalnya, pada anjing. Perasaan tersebut perlu Anda ungkapkan pada si kecil, tetapi dengan sikap, ekspresi dan kalimat yang menenangkan. Misalnya, "Ibu juga tak suka pada anjing besar itu. Tapi kalau kita tak menyakitinya, dia juga tak kan menggigit kita." Ini akan lebih baik daripada Anda bilang, "Jangan takut, anjing itu tak kan menggigit kita," tapi saat anjing tadi bergerak, Anda lari terbirit-birit.
  • Jangan Dipaksa
    Jangan menggunakan paksaan sebagai cara untuk menghilangkan ketakutan anak. Misalnya dengan memaksanya mencebur ke dalam kolam. Ajaklah dia bermain di pinggir kolam atau di bagian yang dangkal lebih dulu. Setelah dia tampak menikmati, ajaklah untuk mulai berenang. Jika dia amsih takut, biarkan dulu. Nanti, setelah dia benar-benar siap, ulangi ajakan itu.
  • Bantu Membuat Strategi
    Jika anak takut pada kegelapan, pasanglah lampu tidur di samping ranjangnya. Atau berikan dia boneka beruang atau binatang lain yang dia sukai, yang besar, yang bisa dia peluk saat tidur. Ini akan sangat membantu.
  • Jangan Takut-Takuti Anak
    Kebiasaan orangtua menakut-nakuti anak, seperti mengatakan, "Hiii.." bila tiba-tiba lampu mati. Atau mengatakan, "Awas lho, setan suka sekali makan anak yang nakal." Bahkan kalimat yang sederhana, "Biar, biar digigit anjing," juga sangat tidak baik karena bisa menumbuhkan rasa takut yang tidak beralasan pada anak. Sebab dengan kalimat tersebut, Anda telah menumbuhkan kesan bahwa ruang yang gelap itu menakutkan, setan suka makan anak-anak, dan anjing suka menggigit anak-anak.
  • Minta Bantuan Psikiater
    Bila rasa takut anak berlebihan dan berbagai upaya di atas ternyata tak membuahkan hasil, tak ada salahnya kalo minta bantuan psikiater untuk mengurangi ketakutan si kecil.

sumber disini ama disini

Kamis, 12 Mei 2011

Children Learn What They Live With (by Dorothy Low Noite)

Karena uda punya Khaila yg lucu bin imut bin super duper cantik (kata gw seee, maklum namanya emak pasti muji anak sendiri, hehehe) jadi sering mikir kedepannya ntar, kalo Khaila uda gede, akan jadi seperti apa yaaa?? maniskah ia?? perfectkah ia?? atau justru ugal ugalan kayak rata rata anak muda jaman sekarang (moga moga yang ini nggak terjadi, jangan sampe.. jangan sampe .. jangan sampe) Selama ini apa gw uda jadi ibu yang baik?? apa udabener ngedidiknya, apa sikap gw sebagai ortu uda tepat ya???
Eh, tau tau nemu kutipan punya nya mbak Dorothy Low Noite ini... bener bener nyangkut di hati deh, inspiring banget lah pokoke.....
Nih dia kutipannya

Jika anak banyak dicela, ia akan terbiasa menyalahkan
Jika anak banyak dimusuhi, ia belajar menjadi pemberontak
Jika anak hidup dalam ketakutan, ia selalu merasa cemas dalam hidupnya
Jika anak sering dikasihani, ia belajar meratapi nasibnya
Jika anak dibesarkan dalam olok-olok, ia akan menjadi seorang pemalu
Jika anak dikelilingi rasa iri, ia tak akan puas dengan apapun yang dimilikinya

Jika anak dibesarkan dalam pengertian, ia akan tumbuh menjadi penyabar
Jika anak senantiasa diberi dorongan, ia akan berkembang dengan percaya diri
Jika anak dipuji, ia akan terbiasa menghargai orang lain
Jika anak diterima dalam lingkungannya, ia akan belajar menyayangi
Jika anak tidak banyak dipersalahkan, ia akan senang menjadi diri sendiri
Jika anak dibesarkan dalam kejujuran, ia akan terbisa melihat kebenaran
Jika anak ditimang tanpa berat sebelah, ia akan besar dalam nilai keadilan
Jika anak dibesarkan dalam rasa aman, dia akan mengandalkan diri dan mempercayai orang lain
Jika anak tumbuh dalam keramahan, ia akan melihat bahwa dunia itu sungguh indah